Tarif AS Ancam Ekonomi Jepang, Ishiba Bertahan, Kesepakatan Perdagangan Terancam Gagal

Tarif AS Ancam Ekonomi Jepang
Belum punya bitcoin? silakan anda buat rekening bitcoin telebih dahulu di BINANCE Atau BYBIT Dan Ambil bitcoin gratis setiap jam Disitus ini Kemudian anda bisa jual disini.

Tokyo – Ketegangan dagang antara Jepang dan Amerika Serikat kembali memanas. Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menolak keras tekanan dari Washington dan menegaskan bahwa negaranya tidak akan menerima kesepakatan perdagangan apapun kecuali tarif berat Amerika terhadap ekspor mobil Jepang dicabut. Ketegangan ini muncul di saat yang sangat krusial, menjelang pemilu penting di Jepang dan di tengah tekanan ekonomi global.

Tarif sebesar 25% yang diberlakukan sejak era pemerintahan Trump masih tetap menghantui sektor otomotif Jepang – industri ekspor terbesar negara tersebut – dan kini mulai terasa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Jepang Berkeras, Tarif AS Harus Dicabut

Dalam pernyataan resminya baru-baru ini, PM Ishiba menegaskan bahwa pihaknya tidak akan “menjual murah” industri otomotif negaranya. “Kami tidak akan menandatangani kesepakatan apapun selama tarif mobil 25% tidak dihapuskan,” ujarnya tegas dalam konferensi pers di Tokyo.

Sektor otomotif menyumbang sekitar 81% dari surplus perdagangan Jepang dengan AS, yang pada tahun 2024 mencapai lebih dari $63 miliar. Dengan kontribusi sebesar itu, tidak mengherankan jika Ishiba memilih mempertaruhkan hubungan diplomatik demi melindungi tulang punggung perekonomian Jepang.

Negosiasi Macet di Tengah Tekanan Pemilu

Sumber dari dalam pemerintahan menyebutkan bahwa kemungkinan tercapainya kesepakatan sebelum Pemilu Dewan Tinggi di akhir Juli kini sangat kecil. Pemilu ini sangat penting bagi kelangsungan kekuasaan Ishiba, yang popularitasnya belakangan ini mulai menurun.

Berbeda dari pendekatan sebelumnya yang mengutamakan kecepatan dalam meraih kesepakatan, kini Jepang lebih memilih mengejar kesepakatan yang menguntungkan, meskipun harus menunggu lebih lama. Sikap ini menjadi sinyal bahwa Tokyo tidak akan begitu saja menyerah pada tekanan Washington.

Ishiba: “Saya Tidak Akan Mengorbankan Mobil atau Petani”

Tekanan terhadap Ishiba datang bukan hanya dari luar negeri, tapi juga dari dalam negeri. Kalangan bisnis besar, terutama produsen otomotif seperti Toyota dan Honda, menuntut kejelasan arah kebijakan. Di saat yang sama, anggota Partai Demokrat Liberal – partai Ishiba sendiri – juga mulai menunjukkan kekhawatiran jika ada kompromi yang mengorbankan sektor pertanian.

“Saya tidak akan mengorbankan mobil atau petani,” ujar Ishiba dalam salah satu pidatonya di parlemen. Dua sektor ini merupakan penopang utama ekonomi Jepang serta sumber pekerjaan bagi jutaan rakyatnya.

Analis ekonomi memperkirakan, jika tarif tetap diberlakukan, maka produsen mobil Jepang bisa kehilangan keuntungan sebesar ¥2 triliun, atau sekitar $13,7 miliar pada tahun fiskal ini. Walaupun produsen dapat menaikkan harga untuk mengimbangi tarif, dampak negatif terhadap volume ekspor tetap tidak bisa dihindari.

Jepang Ajukan Tawaran Balasan, Hapus Semua Tarif

Sebagai respons atas kebuntuan ini, Jepang mengambil langkah agresif dengan menawarkan penghapusan seluruh tarif AS yang baru, termasuk tarif atas baja, aluminium, dan kendaraan. Saat ini, beberapa tarif memang telah diturunkan menjadi 10%, namun Tokyo menginginkan penghapusan penuh, terutama dengan dalih besarnya investasi Jepang di AS.

Sebagai bagian dari tawaran balasan ini, Jepang juga bersedia untuk:

  • Meningkatkan pembelian produk pertanian AS, termasuk jagung dan kedelai.
  • Memberikan akses yang lebih besar untuk mobil buatan AS di pasar domestik Jepang.
  • Mendanai proyek energi AS, seperti pipa gas alam cair di Alaska.

Ini adalah langkah besar yang menunjukkan keseriusan Jepang dalam mencari titik temu, namun tetap dengan syarat bahwa kepentingan domestik mereka tidak dikorbankan.

Diplomasi Berjalan, Waktu Terus Menipis

Menteri Ekonomi Jepang, Ryosei Akazawa, telah mengadakan dua pertemuan dengan delegasi Amerika Serikat. Pertemuan lanjutan dijadwalkan akan dilakukan dalam KTT G7 di Kanada dalam waktu dekat. Selain itu, Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato juga akan bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam waktu dekat.

Namun, kemajuan tetap terhambat oleh isu sensitif lainnya. Washington menuduh Jepang secara aktif melemahkan nilai yen untuk meningkatkan daya saing ekspor – tuduhan yang dibantah keras oleh Tokyo. Tuduhan ini hanya menambah panasnya tensi negosiasi yang sudah sulit.

Tarif atau Kekuasaan? Ishiba Di Ujung Tanduk

Menurut analis CLSA, Nicholas Smith, posisi Jepang dalam negosiasi ini cukup kuat secara ekonomi. Namun secara politik, Ishiba berada di ujung tanduk. Gagal meraih kesepakatan bisa menjadi bencana politik baginya.

“Jika Ishiba gagal mendapatkan penghapusan tarif, dia seperti orang yang berdiri di atas ban berjalan menuju bilah pemotong,” kata Smith dalam wawancara dengan Nikkei Asia. “Politik tidak memberi banyak ruang untuk kesalahan sebesar ini.”

Ishiba bersikeras tidak akan menukar pengurangan tarif mobil dengan kerugian di sektor pertanian, yang mempekerjakan sebagian besar penduduk pedesaan – basis politik penting bagi Partai Demokrat Liberal.

Kesimpulan

Pertarungan diplomasi antara Jepang dan Amerika Serikat bukan hanya tentang angka dan tarif – ini tentang nasib ekonomi nasional dan kelangsungan kepemimpinan politik. Bagi Ishiba, pertaruhan ini adalah segalanya. Jika berhasil, ia akan memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang melindungi kepentingan nasional. Tapi jika gagal, ia bisa kehilangan segalanya.

Ikut Google News dan Join Telegram Informasi | Diskusi Cryptocurrency

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *