Yang dimaksud dengan pernikahan siri adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pemerintah, dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA). Sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum terutama terhadap ibu dan anak.
Pernikahan harus di bawah pengawasan PPN/Kepala KUA atau Penghulu yang ditunjuk Kementerian Agama. Perkawinan yang tidak dicatatkan atau perkawinan yang tidak melibatkan pencatatan yang sah dinyatakan sebagai pelanggar hukum. Karena hal itu dapat melanggar Undang – Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1946, yang menyatakan bahwa setiap perkawinan harus diawasi oleh pencatat perkawinan, yang disertai dengan sanksi berupa denda dan penjara.
Alasan Menikah Siri
Ada beberapa alasan pasangan memilih untuk Nikah Siri Semarang, antara lain:
- Menunggu hari yang tepat untuk melaksanakan nikah yang tercatat di KUA dengan alasan selama masa penantian. tidak ada zina.
- Kedua belah pihak atau salah satu calon pengantin belum siap karena masih sekolah/perguruan tinggi atau masih terikat dinas (sekolah) yang tidak diperbolehkan menikah terlebih dahulu. Dari sudut pandang orang tua, perkawinan ini dimaksudkan untuk ikatan dinas dan untuk menghindari perbuatan yang melanggar ajaran agama seperti zina.
- Kedua atau salah satu calon mempelai belum cukup umur/dewasa, sedangkan orang tua menghendaki perjodohan antara keduanya, agar kelak calon mempelai tidak lagi dinikahkan dengan pihak lain, dan dari pihak calon mempelai wanita, tidak ada orang lain yang melamarnya.
- Sebagai solusi untuk mempunyai anak apabila istri yang sudah ada tidak dikaruniai anak, dan apabila perkawinan tersebut secara resmi akan terkendala oleh undang – undang atau peraturan lainnya, baik mengenai aturan perkawinan maupun pekerjaan atau jabatan.
- Terpaksa seperti calon mempelai pria ketahuan sedang asyik dengan wanita pujaannya. Oleh karena pihak laki – laki belum siap, maka untuk menutupi aib tersebut dilakukan perkawinan siri. Selain itu, ada juga yang terkendala karena perempuan masih terikat secara hukum oleh hubungan formal dengan laki – laki lain, seperti anggapan bahwa perempuan itu janda menurut hukum agama, tetapi belum mengurus perceraian di pengadilan.
- Melegalkan agama bagi laki – laki yang sudah menikah karena kesulitan meminta izin atau tidak berani meminta izin kepada istri pertama atau merasa tidak nyaman dengan mertua.
Hukum Perkawinan
Dalam Pasal 1 Undang – Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun sahnya perkawinan, tertulis dalam Pasal 2 Ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: “Perkawinan adalah sah, jika dilakukan menurut hukum masing – masing agama dan kepercayaannya.” sah, baik perkawinan itu dilakukan di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh undang – undang atau menggunakan Jasa Nikah Siri Semarang menjalankan dengan amanah mengikuti pedoman agama.
Namun permasalahan tersebut terkait dengan pembuktian adanya perkawinan yang menurut peraturan perundang – undangan hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Pencatat Nikah atau Kutipan Akta Nikah oleh catatan sipil.
Dengan demikian apabila perkawinan tidak dilakukan di depan pejabat yang ditunjuk maka akan sulit untuk membuktikan perkawinan tersebut, karena tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974. . hukum yang berlaku”.
Dampak Nikah Siri
Secara hukum positif, nikah siri bukanlah suatu perbuatan hukum yang lengkap karena tidak tercatat secara resmi dalam catatan pemerintah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak dapat disahkan oleh negara melalui akta kelahiran.
Setiap warga negara Indonesia yang menikah harus mendaftarkan pernikahannya ke KUA atau Kantor Catatan Sipil untuk mendapatkan akta atau akta nikah. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pencatat nikah.
Dampak hukum yang timbul dari perkawinan yang tidak dicatatkan terjadi jika terjadi perceraian, yaitu istri sulit mendapatkan hak atas harta bersama, jika suami tidak memberikannya.
Selain itu, jika ada harta warisan yang ditinggalkan oleh suami karena meninggal dunia, maka sangat sulit bagi istri dan anak – anaknya untuk mendapatkan hak dari harta warisan tersebut. Jika seorang suami bekerja sebagai pegawai negeri, baik istri maupun anak – anaknya tidak berhak atas tunjangan apapun.
Dampak Positif Dan Negatif
Secara umum beberapa dampak positif dari perkawinan siri yang dilakukan dengan itikad baik, antara lain: Mengurangi beban atau tanggung jawab perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga Meminimalkan kehadiran seks bebas. dan berkembangnya AIDS dan penyakit lainnya Mampu menghindarkan seseorang dari hukum zina dalam agama
Sedangkan dampak negatifnya antara lain: Tidak adanya kejelasan status perempuan sebagai istri dan kejelasan status anak di mata hukum atau masyarakat Akan banyak terjadi kasus poligami Pelecehan seksual terhadap perempuan karena dianggap sebagai pelampiasan nafsu sementara bagi laki – laki Pihak perempuan tidak memiliki kekuatan hukum untuk menggugat suami jika terjadi masalah atau perceraian, karena konsep perkawinan yang dilangsungkan tidak sah secara hukum atau tidak terdaftar di KUA.
Pernikahan Yang Sah
Pernikahan bagi umat Islam adalah sah jika rukun dan syarat pernikahan agama telah terpenuhi sebagaimana diatur dalam fiqh munakahat. Dalam praktek yang terjadi di masyarakat, rukun nikah ada lima, yaitu: Adanya calon mempelai laki-laki Adanya calon mempelai perempuan Wali nikah Dua saksi Adanya ijab dan kabul Jika lima rukun ini ada dan masing – masing rukun telah memenuhi syarat, maka perkawinan itu sah menurut hukum agama.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan, harus juga dianggap sah menurut hukum negara. Namun agar perkawinan tersebut mendapat pengakuan resmi dari negara, maka perkawinan tersebut harus dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Bagi umat Islam, instansi yang berwenang untuk mencatatkan perkawinan adalah Pencatat Nikah di KUA Kecamatan, baik pencatatan melalui pengawasan pada saat perkawinan maupun berdasarkan putusan pengadilan bagi yang perkawinannya tidak dilaksanakan di bawah pengawasan pejabat yang ditunjuk.